Minggu, 18 Januari 2015

Pencegahan Pembangunan Perumahan pada Lahan Pertanian

Tugas Besar Bahasa Indonesia – Menulis Karya Tulis Ilmiah 

(Jumlah Kata : 1881 Kata)

                                              




 

Dosen Pengampu : Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP
                                                                                    


Disusun Oleh :

Hisyam Noor Nugroho                 21040114120050
Tingkas Priambodo                        21040114140082
Rahardian Maulana                       21040114130084
Kelompok 1
Kelas B





Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Tahun 2015


Pencegahan Pembangunan Perumahan pada Lahan Pertanian

Hisyam Noor Nugroho
21040114120050
Tingkas Priambodo
21040114140082
Rahardian Maulana
21040114130084


Abstrak
Artikel ini membahas mengenai solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pembangunan perumahan pada lahan pertanian. Tingkat kepadatan penduduk di perkotaan serta pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal juga meningkat. Namun seiring dengan perkembangannya, lahan di perkotaan semakin terbatas. Keterbatasan lahan tersebut menyebabkan banyak pihak yang melakukan pembangunan perumahan pada lahan pertanian sehingga banyak menimbulkan permasalahan dalam segala aspek. Beberapa solusi dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga lahan pertanian akan tetap terjaga sesuai fungsinya.
Kata Kunci: alih fungsi lahan, permukiman, perumahan, lahan pertanian

Pendahuluan
Peningkatan penduduk yang pesat mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal juga meningkat. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan perumahan tidak bisa dihindarkan. Namun, karena keterbatasan lahan yang ada di Indonesia mengakibatkan terjadinya pembangunan perumahan pada lahan pertanian yang berakibat kurangnya produktivitas akan makanan pokok. Untuk itu dibutuhkan solusi yang tepat agar terjadi keseimbangan antara lahan pertanian dengan perumahan serta kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah.
Akhir-akhir ini banyak lahan pertanian yang dibangun menjadi perumahan untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal. Hal tersebut pastinya akan menimbulkan berbagai permasalahan dari berbagai aspek. Dalam aspek sosial, pembangunan perumahan pada lahan pertanian akan menyebabkan petani kehilangan pekerjaannya. Sedangkan pada aspek lingkungan, akan menyebabkan ketidakseimbangan antara lahan pertanian dengan perumahan.
Apabila lahan pertanian terus berkurang, maka produksi bahan pangan pun berkurang, sehingga mengakibatkan peningkatan import bahan pangan dari luar negeri. Dengan demikian pemerintah terlalu banyak mengeluarkan dana hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Sementara itu pemerintah kurang bertindak tegas akan perilaku para developer perumahan yang membangun perumahan di lahan pertanian.                         
Pencegahan pembangunan perumahan pada lahan pertanian harus dilakukan dengan solusi yang terpadu, antara lain pembangunan rumah secara vertikal, sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya lahan pertanian, dan melakukan revisi RTRW khususnya pada penyesuaian peta penggunaan lahan dengan kondisi saat ini. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah untuk mencegah pembangunan perumahan pada lahan pertanian. Melalui beberapa solusi tersebut diharapkan dapat mengurangi penggunaan lahan pertanian untuk dijadikan perumahan.
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang pentingnya lahan pertanian bagi masyarakat dan pencegahan terhadap pembangunan perumahan yang terjadi di perkotaan. Karena adanya lahan pertanian berkaitan dengan berbagai aspek lainnya seperti sosial,ekonomi, dan lingkungan. Yang mana jika aspek yang satu dengan aspek yang lain tidak berkaitan maka akan menimbulkan berbagai permasalahan. Artikel ini menjelaskan tentang bagaimana mencegah pembangunan perumahan yang terjadi pada lahan pertanian dengan solusi-solusi terpadu yang dijabarkan pada paragraf di atas.
Pembangunan Perumahan secara Vertikal
Lahan pertanian merupakan bagian yang penting bagi kehidupan masyarakat terutama yang bekerja sebagai petani. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memengaruhi perekonomian Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa lahan pertanian di perkotaan cenderung digunakan sebagai lahan untuk pemabangunan perumahan. Seperti contoh kasus di Jawa Tengah bahwa ribuan hektare lahan pertanian telah beralih fungsi, selain akibat faktor alam karena terendam banjir air laut pasang (Rob) alih fungsi  disebabkan oleh kebutuhan lain seperti sarana dan prasarana perkantoran, perumahan, ruang bisnis dan industri (Khaddaf, 2013). Pada kawasan perkotaan, dominan pembangunan adalah 50-70% bangunan hunian landed (rumah tinggal) dan apabila dikalkulasikan lahan diperkotaan habis karena membangunan hunian landed, dan meskipun lahan yang tersisa makin sedikit, developer (pengembang) tetap membangun hunian/perumahan landed, dan ini semakin membuat lahan yang tidak terbangun semakin sedikit (Anonim, 2012). Hal tersebut akan menyebabkan kurangnya lahan untuk dibangun permukiman yang pada akhirnya menyebabkan banyak sekali pengembang yang menggunakan lahan pertanian untuk dibangun perumahan. Tindakan tersebut harus dicegah agar tidak menimbulkan berbagai permasalahan. Seperti yang disebutkan di bagian pendahuluan, salah satu upaya untuk mencegah pembangunan perumahan pada lahan pertanian adalah dengan membangun perumahan secara vertikal. Pembangunan rumah secara vertikal adalah upaya alternatif dalam memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman tanpa mengubah fungsi lahan di perkotaan.

Perumahan vertikal dapat berbentuk rumah susun, apartemen, kondominium, dan lain sebagainya apabila dibangun secara vertikal dan fungsi utamanya sebagai tempat tinggal. Dengan melakukan pembangunan perumahan vertikal, maka dapat menghemat lahan yang tidak terbangun kurang lebih setengah dari total luas keseluruhan luas lahan (Anonim, 2012). Keterbatasan lahan merupakan masalah utama dalam pengembangan hunian di perkotaan. Penggunahan lahan pertanian untuk mewujudkan hunian adalah hal yang tidak dianjurkan, karena menyebabkan berbagai permasalahan terutama pada sektor pertanian. Pembangunan rumah secara vertikal dapat  mengurangi penggunaan lahan yang berlebihan sehingga para pengembang tidak memerlukan lahan yang luas atau menggunakan lahan pertanian untuk menyediakan tempat tinggal.
Selain dipengaruhi oleh keterbatasan lahan, pembangunan rumah secara vertikal dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal. Seperti yang kita tahu, tingkat urbanisasi dari tahun ke tahun selalu meningkat terutama di kota-kota besar. Hal tersebut sangat mendukung untuk dilakukannya pembangunan perumahan secara vertikal. Selain itu, pembangunan rumah secara vertikal memiliki beberapa keunggulan seperti mengatasi kelangkaan akan tempat tinggal  dan meningkatkan daya  guna  dan  hasil  guna  tanah di daerah  perkotaan  dengan  memperhatikan  kelestarian sumber  daya  alam  dan  menciptakan  lingkungan pemukiman yang  seimbang. Selain itu, pembangunan rumah secara vertikal dapat meminimalisir keberadaan kawasan-kawasan kumuh yang mengganggu estetika kota.
Adapun persyaratan dan aturan dalam pembangunan rumah secara vertikal. Dalam hal ini, pembangunan rumah secara vertikal diibaratkan dengan rumah susun. Segala aturan dan persyaratan dalam pembangunan rumah susun sudah ditetapkan dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Dalam penjelasan ayat dalam Undang-undang tersebut dikatakan bahwa persyaratan teknis pembangunan rumah susun antara lain meliputi:
a. tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan; dan
b. keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Oleh karena itu, selain memanfaatkan lahan secara maksimal, pembangunan rumah secara vertikal diharapkan dapat sesuai dengan aturan yang ditetapkan dengan memperhatikan segala aspek sehingga dapat terwujud hunian yang nyaman. Upaya pembangunan rumah secara vertikal harus dapat mengatasi keterbatasan lahan sehingga tidak terjadi alih fungsi lahan sebagaimana banyak terjadi di perkotaan, seperti alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan yang diharapkan tidak akan terjadi di masa yang akan datang karena dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.
Sosialisasi kepada Masyarakat akan Pentingnya Lahan Pertanian
Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh adanya alih fungsi lahan pertanian yang sangat luas, perlu diadakan upaya-upaya pengendaliannya. Diperlukan sebuah system yang melibatkan peraturan dan pelakunya agar saling berkaitan tujuannya. Salah satu upaya untuk mencegah pembangunan perumahan pada lahan pertanian adalah sosialisasi kepada masyarakat akan pentingna lahan pertanian. Sosialisasi perlindungan lahan pertanian berkelanjutan yang terdapat pada UU No. 41 Tahun 2009. Selain sebagai media menyebarkan informasi, sosialisasi menjadi media untuk mengetahui seberapa tingkat pemahaman masyarakat tentang perlindungan lahan pertanian agar tidak dialih fungsikan menjadi permukiman. Upaya ini diberikan kepada masyarakat terutama kelompok tani, untuk memperkokoh kelembagaan kelompok tani.
Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2009 memutuskan bahwa lahan pertanian merupakan bagian dari bumi yang dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Negara Indonesia adalah Negara dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani, sudah selayaknya Negara menjamin penyediaan lahan pertanian. Maka dari itu Negara berkewajiban memberikan pekerjaan dan penghidupan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisien, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan (Anita, Bambang, & Purnaweni, 2012). Sehubungan dengan dengan hal ini, perlu diadakan sosialisasi kepada kelompok tani guna meningkatkan keseimbangan kelompok tani. Dan diharapkan dengan sosialisasi tersebut kelompok tani dapat menanggapi secara positif tentang isu konversi lahan pertanian sebagai permukiman. Kemudian kelompok tani tersebut dapat mempertahankan lahannya agar produksi pangan terus berlanjut.
Dalam upaya mencegah konversi lahan pertanian menjadi permukiman perumahan diperlukan strategi untuk menentukan kebijakan. Dengan melakukan sosialisasi dan diskusi dengan pihak yang memiliki kuasa dan kepentingan dibidang ini, seperti Gubernur, Bupati, Dinas Pertanian, Kepala Sub Bidang Penataan Ruang Bappeda. Dengan strategi ini dapat merujuk kepada beberapa aspek seperti aspek ekologi yang menunjukan bahwa perlindungan lahan pertanian berkaitan dengan kelestarian lingkungan (Zakaria, 2013). Melakukan pendekatan ini, diharapkan pemerintah dapat memberikan kebijakan yang lebih baik dalam hal perlindungan lahan pertanian. Karena pada faktanya masih banyak lahan pertanian yang dikonversi menjadi permukiman. Permerintah juga belum bisa bekerja sama dan mengontrol pihak swasta. Pada kenyataannya pihak swasta atau pengembang pertumahan swasta lebih mendominasi pembangunan.
Pertumbuhan penduduk yang cepat menjadi problematika sekarang ini. Dikarenakan semakin bertambahnya penduduk semakin meningkat kebutuhan tempat tinggal dan kebutuhan pangan. Namun tragisnya lahan pertanian yang menjadi sumber pangan dialih fungsikan menjadi permukiman. Maka dari itu perlu juga diadakan sosialisasi Keluarga Berencana, untuk mengkontrol pertumbuhan penduduk. Selanjutnya dilakukan pendekatan kepada masyarakat secara mendalam tentang pentingnya lahan pertanian. Karena sekarang ini lahan pertanian di Indonesia semakin menipis aibat pembangunan yang kurang terkontrol.
Revisi RTRW tentang Penyesuaian Penggunaan Lahan
Lahan pertanian merupakan sektor yang sangat penting, sektor ini mempunyai peran yang strategis dalam struktur pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini juga sebagai sumber produktivitas pangan bagi masyarakat dan sebagai keseimbangan antara ruang terbuka hijau dengan permukiman. Kondisi lahan pertanian di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Kementerian Pertanian pada Tahun 2005 sekitar 187.720 Ha/tahun sawah beralih fungsi ke penggunaan non pertanian, terutama di Pulau Jawa. Konversi lahan sawah tidak hanya terjadi di Jawa, tapi juga di pulau-pulau besar lainnya. Provinsi Jambi misalnya, kehilangan lahan sawah sekitar 18.900 Ha pada tahun 2012 (Ridha, 2014). Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan melakukan revisi RTRW oleh pemerintah dengan menyesuaikan peta penggunaan lahan. Seiring dengan berkembangnya waktu penggunaan lahan juga semakin beragam untuk itu dibutuhkan pembaruan terhadap peta penggunaan lahan agar dapat sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan langkah terakhir jika pembangunan perumahan pada lahan pertanian terus berlanjut dan hal ini harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak menimbulkan permasalahan baru. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah dapat menjadi kesempatan pemerintah bersama rakyat menentukan langkah dalam menyusun kebijakan dan pengaturan tata ruang yang berguna untuk kesejahteraan rakyat. Namun, pada saat ini penyusunan RTRW terlihat tidak transparan serta kurangnya inisiatif dari pemerintah untuk mendengar pendapat masyarakat (BCC, 2013). Hal ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti kasus yang terjadi akibat pembangunan perumahan pada lahan pertanian di Jawa Tengah. Seperti yang terjadi di Boyolali, Solo, Klaten, dan Karanganyar sekitar 2000 hingga 2500 hektar per tahun lahan pertanian digunakan untuk area permukiman (Kompas, 2014).
Untuk itu diperlukan perbaikan RTRW yang sesuai dengan masyarakat dan tidak bertentangan. Maka dari itu Rencana Tata Ruang Wilayah harus berkonsep produktif dan berkelanjutan. Seperti dalam penjelasan Pasal  2 huruf (a) PP no. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,  produktif dimaksudkan sebagai proses produksi dan distribusi yang berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara berkelanjutan dimaksudkan sebagai kondisi kualitas lingkungan fisik yang dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya sumber daya alam tak terbarukan. Produktif dan berkelanjutan bukanlah hal yang saling bertentangan namun akan saling menguatkan diantara keduanya. Dalam penyusunan RTRW harus disosialisasikan dengan masyarakat terlebih dahulu. Penyusunan RTRW tersebut menggunakan metode dalam penyusunan yang berbasis keruangan dengan cara mengkaji ulang terhadap RTRW yang ada, memperbaiki informasi- informasi yang diharapkan, lalu melakukan analisis indikator-indikator fisik (PSPPR UGM, 2011). Setelah melalui berbagai tahap dan metode maka diharapkan RTRW yang baru tersebut dapat mengurangi tingkat pembangunan perumahan pada lahan pertanian dan tidak bertentangan dengan masyarakat serta dapat berjalan dengan baik.
Kesimpulan
Peningkatan penduduk yang pesat tentunya akan menimbulkan kebutuhan akan tempat tinggal juga meningkat. Namun karena keterbatasan lahan yang ada di Indonesia mengakibatkan pembangunan lahan perumahan dilakukan pada lahan pertanian. Lahan pertanian merupakan sektor yang sangat penting yaitu sebagai produktivitas pangan di Indonesia dan sektor ini mempengaruhi berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu hal tersebut harus dicegah dengan solusi yang tepat diantaranya yaitu dengan melakukan pembangunan rumah secara vertikal yang dapat menghemat penggunaan lahan, kemudian dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya lahan pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya para petani yang mempunyai lahan pertanian agar tidak menjual lahan pertaniannya dengan mudah mengigat akan pentingnya lahan tersebut. Jika masalah tersebut belum dapat teratasi, solusi terakhir yaitu dengan melakukan revisi RTRW tentang penyesuaian penggunaan lahan oleh pemerintah dengan kondisi saat ini bertujuan untuk menciptakan RTRW yang memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang mempunyai konsep produktif dan berkelanjutan. Dari ketiga solusi tersebut diharapkan dapat menekan pembangunan perumahan pada lahan pertanian di Indonesia mengingat akan pentingnya peran lahan pertanian.

                  

Daftar Pustaka
Anita, M. F., Bambang, A. N., & Purnaweni, H. (2012). Analisis Prioritas Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Magelang. Jurnal EKOSAINS, IV, 20–26.
Anonim. (2012). Perumahan Vertikal. Retrieved from https://indonesiadekabe.wordpress.com/tag/perumahan-vertikal/
BCC. (2013). RTRW Harus Menjaga Keamanan Ruang Produksi Rakyat. Borneo Climate Change. Retrieved from http://borneoclimatechange.org/berita-620-rtrw-dan-keamanan-ruang-produksi-rakyat.html
Khaddaf, A. (2013). Indonesia Memilih - Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jateng Mengkhawatirkan. Retrieved from http://microsite.metrotvnews.com/indonesiamemilih/read/2013/09/05/194/179605/Alih-Fungsi-Lahan-Pertanian-di-Jateng-Mengkhawatirkan
Kompas. (2014). Lumbung Pangan Terancam - Kompas. Retrieved from http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/19/03144730/Lumbung.Pangan.Terancam
PSPPR UGM. (2011). Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magetan. Yogyakarta: PSPPR UGM. Retrieved from http://www.psppr.ugm.ac.id/portofolio/perencanaan-tata-ruang/39-penyusunan-revisi-rencana-tata-ruang-wilayah-kabupaten-magetan
Ridha, A. (2014). Penataan Ruang untuk Mencegah Alih Fungsi Lahan Pertanian. Retrieved from://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/19/03144730/Lumbung.Pangan.Terancam

Zakaria, A. K. (2013). Implementasi Sosialisasi Intensif Ekonomi dalam Pelaksanaan Program Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B), 137–149.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar