Tugas Besar Bahasa Indonesia – Menulis Karya Tulis Ilmiah
(Jumlah Kata : 1881 Kata)

Dosen
Pengampu : Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP
Disusun Oleh :
Hisyam Noor
Nugroho 21040114120050
Tingkas
Priambodo 21040114140082
Rahardian
Maulana 21040114130084
Kelompok 1
Kelas B
Jurusan Perencanaan Wilayah dan
Kota
Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro
Tahun 2015
Pencegahan
Pembangunan Perumahan pada Lahan Pertanian
Hisyam Noor Nugroho
21040114120050
Tingkas Priambodo
21040114140082
Rahardian Maulana
21040114130084
Abstrak
Artikel
ini membahas mengenai solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
pembangunan perumahan pada lahan pertanian. Tingkat kepadatan penduduk di
perkotaan serta pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan kebutuhan akan
tempat tinggal juga meningkat. Namun seiring dengan perkembangannya, lahan di
perkotaan semakin terbatas. Keterbatasan lahan tersebut menyebabkan banyak
pihak yang melakukan pembangunan perumahan pada lahan pertanian sehingga banyak
menimbulkan permasalahan dalam segala aspek. Beberapa solusi dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan tersebut sehingga lahan pertanian akan tetap
terjaga sesuai fungsinya.
Kata Kunci: alih fungsi lahan, permukiman,
perumahan, lahan pertanian
Pendahuluan
Peningkatan
penduduk yang pesat mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal juga meningkat.
Hal tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan
perumahan tidak bisa dihindarkan. Namun, karena keterbatasan lahan yang ada di
Indonesia mengakibatkan terjadinya pembangunan perumahan pada lahan pertanian
yang berakibat kurangnya produktivitas akan makanan pokok. Untuk itu dibutuhkan
solusi yang tepat agar terjadi keseimbangan antara lahan pertanian dengan
perumahan serta kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah.
Akhir-akhir
ini banyak lahan pertanian yang dibangun menjadi perumahan untuk memenuhi
kebutuhan akan tempat tinggal. Hal tersebut pastinya akan menimbulkan berbagai
permasalahan dari berbagai aspek. Dalam aspek sosial, pembangunan perumahan
pada lahan pertanian akan menyebabkan petani kehilangan pekerjaannya. Sedangkan
pada aspek lingkungan, akan menyebabkan ketidakseimbangan antara lahan
pertanian dengan perumahan.
Apabila
lahan pertanian terus berkurang, maka produksi bahan pangan pun berkurang,
sehingga mengakibatkan peningkatan import bahan pangan dari luar negeri. Dengan
demikian pemerintah terlalu banyak mengeluarkan dana hanya untuk memenuhi
kebutuhan pangan. Sementara itu pemerintah kurang bertindak tegas akan perilaku
para developer perumahan yang membangun perumahan di lahan pertanian.
Pencegahan
pembangunan perumahan pada lahan pertanian harus dilakukan dengan solusi yang
terpadu, antara lain pembangunan rumah secara vertikal, sosialisasi kepada
masyarakat akan pentingnya lahan pertanian, dan melakukan revisi RTRW khususnya
pada penyesuaian peta penggunaan lahan dengan kondisi saat ini. Oleh karena
itu, diperlukan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah untuk mencegah
pembangunan perumahan pada lahan pertanian. Melalui beberapa solusi tersebut
diharapkan dapat mengurangi penggunaan lahan pertanian untuk dijadikan
perumahan.
Tujuan
dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang pentingnya lahan
pertanian bagi masyarakat dan pencegahan terhadap pembangunan perumahan yang
terjadi di perkotaan. Karena adanya lahan pertanian berkaitan dengan berbagai
aspek lainnya seperti sosial,ekonomi, dan lingkungan. Yang mana jika aspek yang
satu dengan aspek yang lain tidak berkaitan maka akan menimbulkan berbagai
permasalahan. Artikel ini menjelaskan tentang bagaimana mencegah pembangunan
perumahan yang terjadi pada lahan pertanian dengan solusi-solusi terpadu yang
dijabarkan pada paragraf di atas.
Pembangunan
Perumahan secara Vertikal
Lahan pertanian merupakan bagian yang penting bagi
kehidupan masyarakat terutama yang bekerja sebagai petani. Sektor pertanian
merupakan salah satu sektor yang memengaruhi perekonomian Indonesia. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa lahan pertanian di perkotaan cenderung digunakan
sebagai lahan untuk pemabangunan perumahan. Seperti contoh kasus di Jawa Tengah
bahwa ribuan hektare lahan pertanian telah beralih fungsi, selain akibat faktor
alam karena terendam banjir air laut pasang (Rob) alih fungsi disebabkan oleh kebutuhan lain seperti sarana
dan prasarana perkantoran, perumahan, ruang bisnis dan industri (Khaddaf, 2013). Pada kawasan perkotaan,
dominan pembangunan adalah 50-70% bangunan hunian landed (rumah
tinggal) dan apabila dikalkulasikan lahan diperkotaan habis karena membangunan
hunian landed, dan meskipun lahan yang tersisa makin sedikit,
developer (pengembang) tetap membangun hunian/perumahan landed, dan
ini semakin membuat lahan yang tidak terbangun semakin sedikit (Anonim, 2012). Hal tersebut akan
menyebabkan kurangnya lahan untuk dibangun permukiman yang pada akhirnya
menyebabkan banyak sekali pengembang yang menggunakan lahan pertanian untuk
dibangun perumahan. Tindakan tersebut harus dicegah agar tidak menimbulkan
berbagai permasalahan. Seperti yang disebutkan di bagian pendahuluan, salah
satu upaya untuk mencegah pembangunan perumahan pada lahan pertanian adalah
dengan membangun perumahan secara vertikal. Pembangunan rumah secara vertikal
adalah upaya alternatif dalam memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman tanpa
mengubah fungsi lahan di perkotaan.
Perumahan
vertikal dapat berbentuk rumah susun, apartemen, kondominium, dan lain
sebagainya apabila dibangun secara vertikal dan fungsi utamanya sebagai tempat
tinggal. Dengan melakukan pembangunan perumahan vertikal, maka dapat menghemat
lahan yang tidak terbangun kurang lebih setengah dari total luas keseluruhan
luas lahan (Anonim, 2012). Keterbatasan lahan merupakan
masalah utama dalam pengembangan hunian di perkotaan. Penggunahan lahan
pertanian untuk mewujudkan hunian adalah hal yang tidak dianjurkan, karena
menyebabkan berbagai permasalahan terutama pada sektor pertanian. Pembangunan
rumah secara vertikal dapat mengurangi
penggunaan lahan yang berlebihan sehingga para pengembang tidak memerlukan
lahan yang luas atau menggunakan lahan pertanian untuk menyediakan tempat
tinggal.
Selain
dipengaruhi oleh keterbatasan lahan, pembangunan rumah secara vertikal
dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal.
Seperti yang kita tahu, tingkat urbanisasi dari tahun ke tahun selalu meningkat
terutama di kota-kota besar. Hal tersebut sangat mendukung untuk dilakukannya
pembangunan perumahan secara vertikal. Selain itu, pembangunan rumah secara
vertikal memiliki beberapa keunggulan seperti mengatasi kelangkaan akan tempat
tinggal dan meningkatkan daya guna
dan hasil guna
tanah di daerah perkotaan dengan
memperhatikan kelestarian
sumber daya alam
dan menciptakan lingkungan pemukiman yang seimbang. Selain itu, pembangunan rumah
secara vertikal dapat meminimalisir keberadaan kawasan-kawasan kumuh yang
mengganggu estetika kota.
Adapun
persyaratan dan aturan dalam pembangunan rumah secara vertikal. Dalam hal ini,
pembangunan rumah secara vertikal diibaratkan dengan rumah susun. Segala aturan
dan persyaratan dalam pembangunan rumah susun sudah ditetapkan dalam
Undang-Undang No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Dalam penjelasan ayat dalam
Undang-undang tersebut dikatakan bahwa persyaratan teknis pembangunan rumah
susun antara lain meliputi:
a. tata
bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan
arsitektur bangunan; dan
b.
keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan.
Oleh karena itu, selain memanfaatkan lahan secara
maksimal, pembangunan rumah secara vertikal diharapkan dapat sesuai dengan
aturan yang ditetapkan dengan memperhatikan segala aspek sehingga dapat
terwujud hunian yang nyaman. Upaya pembangunan rumah secara vertikal harus
dapat mengatasi keterbatasan lahan sehingga tidak terjadi alih fungsi lahan
sebagaimana banyak terjadi di perkotaan, seperti alih fungsi lahan pertanian
menjadi perumahan yang diharapkan tidak akan terjadi di masa yang akan datang
karena dapat menimbulkan berbagai dampak negatif.
Sosialisasi kepada Masyarakat akan Pentingnya Lahan Pertanian
Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh adanya alih
fungsi lahan pertanian yang sangat luas, perlu diadakan upaya-upaya
pengendaliannya. Diperlukan sebuah system yang melibatkan peraturan dan
pelakunya agar saling berkaitan tujuannya. Salah satu upaya untuk mencegah
pembangunan perumahan pada lahan pertanian adalah sosialisasi kepada masyarakat
akan pentingna lahan pertanian. Sosialisasi perlindungan lahan pertanian
berkelanjutan yang terdapat pada UU No. 41 Tahun 2009. Selain sebagai media
menyebarkan informasi, sosialisasi menjadi media untuk mengetahui seberapa
tingkat pemahaman masyarakat tentang perlindungan lahan pertanian agar tidak
dialih fungsikan menjadi permukiman. Upaya ini diberikan kepada masyarakat
terutama kelompok tani, untuk memperkokoh kelembagaan kelompok tani.
Sesuai
dengan UU No. 41 Tahun 2009 memutuskan bahwa lahan pertanian merupakan bagian
dari bumi yang dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besar
kemakmuran rakyat. Negara Indonesia adalah Negara dengan mayoritas penduduk
bermata pencaharian sebagai petani, sudah selayaknya Negara menjamin penyediaan
lahan pertanian. Maka dari itu Negara berkewajiban memberikan pekerjaan dan
penghidupan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisien, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan (Anita, Bambang, & Purnaweni, 2012). Sehubungan dengan dengan hal
ini, perlu diadakan sosialisasi kepada kelompok tani guna meningkatkan
keseimbangan kelompok tani. Dan diharapkan dengan sosialisasi tersebut kelompok
tani dapat menanggapi secara positif tentang isu konversi lahan pertanian
sebagai permukiman. Kemudian kelompok tani tersebut dapat mempertahankan
lahannya agar produksi pangan terus berlanjut.
Dalam upaya
mencegah konversi lahan pertanian menjadi permukiman perumahan diperlukan
strategi untuk menentukan kebijakan. Dengan melakukan sosialisasi dan diskusi
dengan pihak yang memiliki kuasa dan kepentingan dibidang ini, seperti
Gubernur, Bupati, Dinas Pertanian, Kepala Sub Bidang Penataan Ruang Bappeda.
Dengan strategi ini dapat merujuk kepada beberapa aspek seperti aspek ekologi
yang menunjukan bahwa perlindungan lahan pertanian berkaitan dengan kelestarian
lingkungan (Zakaria, 2013). Melakukan pendekatan ini,
diharapkan pemerintah dapat memberikan kebijakan yang lebih baik dalam hal
perlindungan lahan pertanian. Karena pada faktanya masih banyak lahan pertanian
yang dikonversi menjadi permukiman. Permerintah juga belum bisa bekerja sama
dan mengontrol pihak swasta. Pada kenyataannya pihak swasta atau pengembang
pertumahan swasta lebih mendominasi pembangunan.
Pertumbuhan penduduk yang
cepat menjadi problematika sekarang ini. Dikarenakan semakin bertambahnya
penduduk semakin meningkat kebutuhan tempat tinggal dan kebutuhan pangan. Namun
tragisnya lahan pertanian yang menjadi sumber pangan dialih fungsikan menjadi
permukiman. Maka dari itu perlu juga diadakan sosialisasi Keluarga Berencana,
untuk mengkontrol pertumbuhan penduduk. Selanjutnya dilakukan pendekatan kepada
masyarakat secara mendalam tentang pentingnya lahan pertanian. Karena sekarang
ini lahan pertanian di Indonesia semakin menipis aibat pembangunan yang kurang
terkontrol.
Revisi RTRW tentang Penyesuaian Penggunaan Lahan
Lahan pertanian merupakan sektor
yang sangat penting, sektor ini mempunyai peran yang strategis dalam struktur
pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini juga sebagai sumber produktivitas
pangan bagi masyarakat dan sebagai keseimbangan antara ruang terbuka hijau
dengan permukiman. Kondisi lahan pertanian di Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA)
Kementerian Pertanian pada Tahun 2005 sekitar 187.720 Ha/tahun sawah beralih
fungsi ke penggunaan non pertanian, terutama di Pulau Jawa. Konversi lahan
sawah tidak hanya terjadi di Jawa, tapi juga di pulau-pulau besar lainnya.
Provinsi Jambi misalnya, kehilangan lahan sawah sekitar 18.900 Ha pada tahun
2012 (Ridha, 2014). Salah satu
cara untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan melakukan revisi RTRW oleh
pemerintah dengan menyesuaikan peta penggunaan lahan. Seiring dengan
berkembangnya waktu penggunaan lahan juga semakin beragam untuk itu dibutuhkan
pembaruan terhadap peta penggunaan lahan agar dapat sesuai dengan kondisi yang
ada saat ini.
Revisi Rencana
Tata Ruang Wilayah merupakan langkah terakhir jika pembangunan perumahan pada
lahan pertanian terus berlanjut dan hal ini harus dipertimbangkan dengan matang
agar tidak menimbulkan permasalahan baru. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah
dapat menjadi kesempatan pemerintah bersama rakyat menentukan langkah dalam
menyusun kebijakan dan pengaturan tata ruang yang berguna untuk kesejahteraan
rakyat. Namun, pada saat ini penyusunan RTRW
terlihat tidak transparan serta kurangnya inisiatif dari pemerintah untuk
mendengar pendapat masyarakat (BCC, 2013). Hal ini dapat
menimbulkan berbagai permasalahan seperti kasus yang terjadi akibat pembangunan
perumahan pada lahan pertanian di Jawa Tengah. Seperti yang terjadi di
Boyolali, Solo, Klaten, dan Karanganyar sekitar 2000 hingga 2500 hektar per
tahun lahan pertanian digunakan untuk area permukiman (Kompas, 2014).
Untuk itu
diperlukan perbaikan RTRW yang sesuai dengan masyarakat dan tidak bertentangan.
Maka dari itu Rencana Tata Ruang Wilayah harus berkonsep produktif dan
berkelanjutan. Seperti dalam penjelasan Pasal
2 huruf (a) PP no. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, produktif dimaksudkan sebagai
proses produksi dan distribusi yang berjalan secara efisien sehingga mampu
memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus
meningkatkan daya saing. Sementara berkelanjutan dimaksudkan sebagai kondisi
kualitas lingkungan fisik yang dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan,
termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan orientasi ekonomi kawasan setelah
habisnya sumber daya alam tak terbarukan. Produktif dan berkelanjutan bukanlah
hal yang saling bertentangan namun akan saling menguatkan diantara keduanya.
Dalam penyusunan RTRW harus disosialisasikan dengan masyarakat terlebih dahulu.
Penyusunan RTRW tersebut menggunakan metode dalam penyusunan yang berbasis
keruangan dengan cara mengkaji ulang terhadap RTRW yang ada, memperbaiki
informasi- informasi yang diharapkan, lalu melakukan analisis
indikator-indikator fisik (PSPPR UGM, 2011). Setelah melalui
berbagai tahap dan metode maka diharapkan RTRW yang baru tersebut dapat
mengurangi tingkat pembangunan perumahan pada lahan pertanian dan tidak
bertentangan dengan masyarakat serta dapat berjalan dengan baik.
Kesimpulan
Peningkatan penduduk yang pesat
tentunya akan menimbulkan kebutuhan akan tempat tinggal juga meningkat. Namun
karena keterbatasan lahan yang ada di Indonesia mengakibatkan pembangunan lahan
perumahan dilakukan pada lahan pertanian. Lahan pertanian merupakan sektor yang
sangat penting yaitu sebagai produktivitas pangan di Indonesia dan sektor ini
mempengaruhi berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh
karena itu hal tersebut harus dicegah dengan solusi yang tepat diantaranya
yaitu dengan melakukan pembangunan rumah secara vertikal yang dapat menghemat
penggunaan lahan, kemudian dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan
pentingnya lahan pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat khususnya para petani yang mempunyai lahan pertanian agar tidak menjual
lahan pertaniannya dengan mudah mengigat akan pentingnya lahan tersebut. Jika
masalah tersebut belum dapat teratasi, solusi terakhir yaitu dengan melakukan
revisi RTRW tentang penyesuaian penggunaan lahan oleh pemerintah dengan kondisi
saat ini bertujuan untuk menciptakan RTRW yang memperhatikan kesejahteraan
masyarakat yang mempunyai konsep produktif dan berkelanjutan. Dari ketiga
solusi tersebut diharapkan dapat menekan pembangunan perumahan pada lahan
pertanian di Indonesia mengingat akan pentingnya peran lahan pertanian.
Daftar Pustaka
Anita, M. F., Bambang, A. N., & Purnaweni,
H. (2012). Analisis Prioritas Kebijakan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Magelang. Jurnal
EKOSAINS, IV, 20–26.
Anonim. (2012). Perumahan Vertikal.
Retrieved from https://indonesiadekabe.wordpress.com/tag/perumahan-vertikal/
BCC. (2013). RTRW Harus Menjaga
Keamanan Ruang Produksi Rakyat. Borneo Climate Change. Retrieved from
http://borneoclimatechange.org/berita-620-rtrw-dan-keamanan-ruang-produksi-rakyat.html
Khaddaf, A. (2013). Indonesia
Memilih - Alih Fungsi Lahan Pertanian di Jateng Mengkhawatirkan. Retrieved
from http://microsite.metrotvnews.com/indonesiamemilih/read/2013/09/05/194/179605/Alih-Fungsi-Lahan-Pertanian-di-Jateng-Mengkhawatirkan
Kompas. (2014). Lumbung Pangan
Terancam - Kompas. Retrieved from
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/19/03144730/Lumbung.Pangan.Terancam
PSPPR UGM. (2011). Penyusunan Revisi
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magetan. Yogyakarta: PSPPR UGM.
Retrieved from
http://www.psppr.ugm.ac.id/portofolio/perencanaan-tata-ruang/39-penyusunan-revisi-rencana-tata-ruang-wilayah-kabupaten-magetan
Ridha, A. (2014). Penataan Ruang
untuk Mencegah Alih Fungsi Lahan Pertanian. Retrieved from://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/19/03144730/Lumbung.Pangan.Terancam
Zakaria, A. K. (2013). Implementasi
Sosialisasi Intensif Ekonomi dalam Pelaksanaan Program Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B), 137–149.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar