Minggu, 18 Januari 2015

ESAI Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) Liar pada Kawasan Pasar Johar Semarang

Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap hasil pendapatan daerah suatu kota. Sektor perdagangan dibagi menjadi 2, antara lain sektor formal dan sektor informal. Namun, kurangnya lahan pekerjaan pada sektor formal menyebabkan munculnya sektor informal.  Menurut Mustafa (2008) sektor informal terjadi karena sektor formal tidak mampu menyerap seluruh angkatan kerja sehingga menyebabkan sektor informal melimpah di perkotaan. Sektor informal sering diidentifikasikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pedagangan kaki lima. Para PKL biasa ditemui pada pusat perbelanjaan di perkotaan. Tak dapat dipungkiri di sekitar pusat perbelanjaan tersebut banyak terdapat pedagang kaki lima yang memakan bahu jalan atau trotoar. Hal tersebut tentunya menimbulkan berbagai permasalahan yang berdampak kepada pengguna jalan. Keberadaan PKL liar menimbulkan berbagai dampak negatif seperti membuat kemacetan, merusak keindahan atau estetika kota, dan menggeser fungsi ruang publik khususnya trotar. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya kerja sama antar pemerintah dan masyarakat sekitar untuk melakukan penertiban kepada PKL illegal yang mengganggu kenyamanan tersebut.
Salah satu bukti bahwa banyak PKL liar di sekitar pusat perdagangan dapat dilihat di sekitar Pasar Johar. Pada kawasan tersebut banyak PKL liar yang berjualan di trotoar yang menimbulkan berbagai dampak negatif. Pertama, keberadaan PKL di sekitar Pasar Johar tepatnya di sepanjang Jalan H. Agus Salim seringkali membuat kemacetan lalu lintas. Hal tersebut dapat dilihat pada sore hari ketika arus lalu lintas mulai padat. Kemacetan disebabkan karena jalan menjadi sempit disebabkan pada bahu jalan terdapat banyak PKL liar yang berjualan.  Walau tidak dapat dipungkiri keberadaan PKL tersebut disebabkan karena kurangnya penyediaan lahan oleh pemerintah terhadap para PKL, sehingga menyebabkan banyak PKL yang berjualan di pinggir jalan. Banyaknya PKL liar yang berjualan di sekitar Pasar Johar disebabkan karena letak yang strategis, terlebih dekat dengan pasar tradisional yang mayorita dikunjungi banyak pembeli.  Keberadaan  PKL liar juga menyebabkan munculnya parkir liar yang disediakan bagi warga yang berbelanja terhadap PKL tersebut.  Hal tersebut sangat berdampak kepada keadaan lalu lintas Pasar Johar sehingga seringkali banyak masyarakat yang mengeluhkan keberadaan PKL liar tersebut.
Kedua adalah mengenai estetika di dalam kota. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia menghasilkan limbah perharinya. Termasuk PKL yang berjualan pastilah mereka memiliki sampah yang banyak. Namun yang disayangkan adalah para PKL tidak dapat menempatkan sampah-sampah itu dengan baik. Sehingga banyak PKL yang membuang sampah di sembarang tempat, bahkan di lokasi mereka berjualan. Hal ini menjadikan lokasi semakin kotor dan tidak sehat, serta dapat menurunkan kualitas kota itu sendiri. Selain itu, adanya tenda bongkar-pasang menambah kesan kumuh para PKL. Hal tersebut menyebabkan kualitas kota menurun dikarenakan estetika kota yang berkurang.
  Dampak yang terakhir adalah PKL menggeser fungsi ruang publik terutama di trotoar. Dapat kita kita lihat sendiri, bahwa kebanyakan dari PKL memakan badan jalan atau trotoar untuk digunakan sebagai tempat membuka lapak. Sedangkan yang kita ketahui, bahwa fungsi dari trotoar adalah sebagai tempat untuk para pejalan kaki. Apabila trotoar tidak difungsikan sebagaimana fungsinya, maka para pejalan kaki juga terkena imbasnya, yaitu berjalan di pinggir jalan padahal berjalan di dekat badan jalan sangat berbahaya bagi para pejalan kaki. Namun mereka terpaksa, karena mereka tidak mungkin jalan dimana para PKL sedang membuka lapaknya. Tidak hanya di trotoar, PKL bahkan berjualan di badan jalan, sedangkan dapat diketahui itu jalan adalah ruang bagi para pengendara. Jika PKL berjualan di badan jalan, maka akan menimbulkan kemacetan.
Segala peraturan mengenai Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Semarang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2000. Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa pemerintah telah menyediakan lahan bagi pedagang kaki lima dan untuk menyewa lahan tersebut dikenakan biaya retribusi sesuai ketentuan yang berlaku. Disebutkan juga bahwa untuk pedagang yang ingin berjualan pada lahan pemerintah tersebut harus memiliki ijin tertulis dari Walikota sesuai dengan Bab 3 Pasal 3 Ayat 1 tentang pengaturan tempat usaha. Namun faktanya, di sekitar Pasar Johar masih banyak terdapat PKL liar yang secara hukum melanggar aturan dalam perda tersebut.
Menurut Rachbini dan Hamid dalam (Mustafa, 2008) PKL yang berada di perkotaan merupakan jenis usaha yang sering disentuh dengan kebijakan pemerintah. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk mengatasi PKL liar yang berada di sekitar Pasar Johar. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah mengerahkan organisasi pelaksana seperti Satpol PP dan dinas pasar untuk melakukan penertiban. Penertiban dilakukan karena para pedagang sudah diingatkan berkali-kali oleh para petugas namun peringatan tersebut tidak dilakukan (Putra, 2014).  Hal tersebut menunjukkan bahwa para pedagang tidak takut kepada Satpol PP dan Dinas Pasar. Mereka menganggap bahwa penertiban yang dilakukan oleh organisasi pelaksana tersebut merupakan hal yang biasa sehingga sebagian dari mereka berani untuk kembali berdagang.
Pemkot perlu mengeluarkan kebijakan yang sama-sama menguntungkan sehingga PKL merasa dilindungi dan tidak dirugikan. Salah satu upaya yang menguntungkan para PKL adalah dengan menerapkan kebijakan relokasi PKL ke lahan pemerintah yang strategis.Namun seringkali, dalam menentukan tempat relokasi Pemerintah terkesan bekerja sepihak sebagai agen tunggal dalam penyelesaian masalah. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak diikutsertakan atau dilibatkannya perwakilan dari PKL untuk menentukan tempat dan konsep relokasi sehingga banyak PKL yang menolak kebijakan relokasi karena adanya asumsi bahwa ada kepentingan dalam kebijakan tersebut. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi PKL liar adalah melakukan penertiban secara berkala. Penertiban dilakukan beberapa hari sekali, jika perlu di sekitar area pkl liar berjualan dibangun pos yang dijaga oleh petugas kemanaan. Hal tersebut akan membuat para PKL di sekitar pasar Johar enggan kembali ke tempat biasa mereka berjualan.

 Keberadaan akan PKL liar di kawasan Johar merupakan permasalahan yang sudah terjadi sejak lama. Eksistensi PKL liar di sekitar Pasar Johar tentunya juga menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan yaitu membuat kemacetan, merusak estetika kota serta menggeser fung si ruang publik. Dalam mengatasi keberadaan PKL liar yang meresahkan diperlukan kerja sama antara para pedagang dengan Pemkot untuk bersama-bersama menemukan solusi yang tepat. Oleh karena itu, pada saat merencanakan sebuah kebijakan, pemerintah harus melakukan pendekatan terhadap para pedagang sehingga dapat menemukan solusi bersama yang menguntungkan kedua belah pihak. 



Referensi
Mustafa, A. A. (2008). Transformasi Sosial Masyarakat Marginal (p. 196). Malang: Inspire Indonesia.
Putra, A. A. (2014). Membandel, 200 PKL di Semarang Ditertibkan Satpol PP. Detiknews.com. Semarang. Retrieved from http://news.detik.com/read/2014/03/24/191027/2535337/1536/membandel-200-pkl-di-semarang-ditertibkan-satpol-pp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar